Setiap perbincangan mengenai gender dan agama, selalu
didalamnya ada semacam asumsi atau prasangka intelektual bahwa agama merupakan
faktor signifikan atas munculnya diskriminasi atau ketidakadilan gender. Atau
lebih tepatnya, diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan. Asumsi ini
bisa benar, namun juga bisa tidak. Ketika isu gender di angkat,
yang timbul dalam benak kita adalah diskriminasi terhadap wanita dan
penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah diperjuangkan oleh
beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari kalangan yang
menanggap bahwa Islam adalah agama yang memicu kehadiran isu gender tersebut di
dunia ini. Tentunya para orientalis yang berbasis misionarisme ini ingin
mendiskreditkan umat Islam dengan mengangkat isu ini dalam berbagai tulisan dan
buku atau artikel-artikel yang menyudutkan dan memberikan opini secara sepihak
tentang islam dan gender.
Islam tidak membedakan
antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia, hak dan kewajiban itu
selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam
mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat
jenis kelamin mereka. Islam adalah agama yang telah membebaskan belenggu tirani
perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedapankan dan menonjolkan salah
satu komunitas anatomi saja. Islam hadir sebagai agama yang menyebarkan kasih
sayang bagi siapa saja.
Rasulullah telah memberikan nasehat kepada para muslim agar mengormati dan menghargai perempuan seperti sabdanya : “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ).
Dijelaskan pada Hadits
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan
sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling
atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika
engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun
padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)
Islam sangat memuliakan wanita dikarenakan seperti yang di
jelaskan pada Hadits diatas, bahwa wanita diciptakan Allah SWT dari tulang
rusuk. Itu berarti seorang wanita adalah salah satu bagian yang sangat penting
dari dunia ini. Allah SWT berfirman
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا
مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى
أَلاَّ تَعُولُوا
“Dan jika kalian khawatir
tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian
menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka
nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.
Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`:
3)
Surat diatas menjelaskan
bahwa wanita sangat di hormati di Islam. Surat Annisa diatas menjelaskan bahwa
tidak pandang wanita muda, tua, kaya, dan juga miskin. Semua wanita memiliki
hak mereka tersendiri. Wanita yatim pun harus diperlakukan adil. Dijaganya hak
wanita yatim ini merupakan bukti bahwa Islam sangat menghormati wanita.
Al-Quran memang sudah
merupakan teks yang final dan tidak akan pernah berubah, karena perubahan kitab
suci berarti kehilangan otentisitas , kesucian, dan "kepastian hukum"
yang merupakan klaim utama dari eksistensi dan alasan keberadaan agama. Namun,
agama sebagai konstruksi sosial merupakan sesuatu yang terus di reproduksi oleh
pemeluk-pemeluknya dalam aktualisasi individu dan kolektif yang bersifat lokal.
Dengan asumsi-asumsi seperti diatas, maka tafsir terhadap agama sesungguhnya
sangat ditentukan oleh kepentingan individu pemeluk agama secara umum, atau
elit-elit agama yang mempunyai "hak istimewa" untuk menafsirkan kitab
suci. Kepentingan itu terkait dengan perebutan sumber-sumber kekuasaan atas
ekonomi, politik, dan sosial yang dengannya manusia menjaga kelangsungan
eksistensinya dan menjaga kepentingan primordialnya. Meski semua agama
pada hakikatnya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, seperti keadilan,
kasih sayang, kebebasan dan lain-lain.
Atau dalam arti lain, hampir
tidak da hubungan yang signifikan dan absolut antara agama dan keadilan atau
ketidadilan gender. Menurut agama non Muslim atau negara-negara barat, Amerika
Serikat misalnya, posisi perempuan dalam struktur politik. Karena itu lebuh
penting adalah bagaimana wacana dan gerakan yang lebih memahami kebutuhan
perempuan berdasarkan perspektif perempuan itu sendiri. Jadi selama masih dalam
aturan-aturan dan tidak mengganggu Hak Asasi Manusia lain, perempuan tidak
harus di batasi dan berdasarkan perspektif perempuan itu sendiri selama
perempuan tersebut masih mampu.